Selasa, Januari 20, 2009

Sekitar mahasiswa hingga pemberlakuan NKK/BKK

Masa pergerakan Mahasiswa hingga 1974

Peran Mahasiswa sering sekali dikaitkan dengan situasi-situasi pergolakan(keadaan tidak tenang) di suatu wilayah. Jika kita kembali pada masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia saja, pada awal abad ke-20, di kalangan mahasiswa kedokteran seperti STOVIA(“school tot opleiding van Inlandsche Artsen”) telah melakukan pergerakan ke arah perbaikan hidup untuk bangsa Indonesia, karena tidak puasnya dengan keadaan masyarakat yang ada. Pelajar STOVIA itu sendiri melahirkan organisasi modern pertama di Indonesia yang bernama “Budi Utomo”. Ketika itu juga, di Belanda didirikan juga Indische Vereniging( yang nantinya bernama “Perhimpunan Indonesia” dipimpin oleh 3 serangkai seperti: dr. Tcipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara dan dr. Douwes Dekker). Bahkan seorang Tan Malaka, Mahasiswa lulusan dari negeri Belanda, merupakan pembuat konsep pertama Republik Indonesia dengan mendirikan PARI(Partai republik Indonesia) pada tahun 1926 di usianya yang masih tergolong muda yaitu 29 tahun. Banyak para “bekas mahasiswa” yang dibuang, dipenjara akibat pergerakannya melawan para penjajah pada saat itu. Kita sebut saja Tan Malaka, dr. Tcipto Mangunkusumo, Semaun dan sebagainya.


Pada masa menuju kemerdekaan republik Indonesia tahun 1945, kaum muda juga melakukan peran penting dalam masa kemerdekaan Indonesia. Bahwa, didasarkan dengan keadaan kekosongan kekuasaan(kalahnya Jepang kepada sekutu akibat dibomnya kota Nagasaki dan Hirosima dan belum datangnya sekutu untuk menggantikan posisi Jepang di Indonesia) mengakibatkan mereka, kaum muda, tidak akan melepaskan kesempatan ini untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kaum Muda ini nantinya mengisi jabatan penting di pemerintahan. Seperti Soekarno-Hatta yang menjadi Presiden-Wakil Presiden, Sjahrir yang akan menjadi Perdana Mentri, Amir Syariffuddin menjadi mentri dan banyak lagi kaum muda lainnya.

Peralihan Orde lama(yang namanya diklaim oleh Orde Baru) menjadi Orde Baru sepanjang tahun 1966 juga tidak melepaskan dari pengaruh peran Mahasiswa. Peran mahasiswa sangat Besar seperti KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang dibentuk oleh GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) bersama PMKRI (Persatuan Mahasiswa Khatolik Republik Indonesia), HMI(Himpunan Mahasiswa Indonesia), GMNI dan organisasi lainnya yang bertujuan sebagai anti kaum Komunis. Tanggal 12 maret 1966, Jenderal Soeharto mengambil langkah kebijaksanaan dengan membubarkan PKI. . pengambilan kebijaksanaan ini, dipengaruhi oleh tuntutan KAMI sendiri pada tanggal 10 januari 1966 yaitu : (1) bubarkan PKI(Partai Komunis Indonesia) (2) Retool Kabinet (3) Turunkan Harga. Tuntutan pembubaran Komunis oleh KAMI sendiri dipengaruhi oleh terbunuhnya 6 jenderal yang diklaim pada saat itu, dibunuh oleh PKI.

Peristiwa “Malari” (malapetaka 15 januari tahun 1974) juga tidak lepas dari peran Mahasiswa. Ketika itu, di sekitar Presiden Soeharto terjadi perebutan pengaruh antara Jenderal Soemitro dan asisten Pribadi(Aspri) Presiden Soeharto yang bernama Jenderal Ali Moertopo dan Jenderal Soedjono Humardhani. Dimana Jenderal Soemitro menolak bantuan luar negeri dari Jepang . sedangkan asisten pribadi Soeharto mendukung bantuan luar negeri dari Jepang. Di samping itu, pada tanggal 14 januari 1974, mahasiswa Indonesia berdemonstrasi di lapangan terbang halim perdanakusuma sebagai protes terhadap kedatangan perdana mentri Jepang(Tanaka). Pada tanggal 10 januari 1974, para Mahasiswa berkumpul di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di jalan Salemba. Sebuah versi terakhir Tritura disusun. Isinya adalah: (1) Bubarkan Aspri (2) Turunkan Harga (3) Ganyang Korupsi. Peristiwa ini mengakibatkan ditangkapnya Hariman Siregar untuk menenangkan para demonstran.
Jika kita melihat pergolakan(keadaan tidak tenang) mahasiswa pada masa-masa di atas, penulis mengambil beberapa hal yang melandasi pergolakan yang mengarah kepada pergerakan mahasiswa tersebut. Adapun hal-hal tersebut adalah:
1. The Power of Reason (kemampuan Berpikir/menggunakan nalar) / Intelectual
Bahwa Mahasiswa (diharuskan) menggunakan nalarnya bukan menggunakan intuisi(perasaan belaka) atau tebak-tebakan. Ketika mahasiswa tersebut melihat perilaku Feodalisme, maka Mahasiswa tersebut harus mengerti makna dari Feodalisme(system social politik yang memberikan kekuasaan yang besar di golongan bangsawan) sehingga mereka, para mahasiswa, dapat menentang Feodalisme tersebut. Pemahaman(Intelectual)lah yang mengakibatkan mereka menentang Feodalisme, Imperialisme, Otoriter Orde lama dan ketidakadilan lainnya. bukan intuisi, kenujuman, atau tebak-tebakan.
2. Ketidakpuasan dan ketidaktenangan melihat keadaan
Ketidakpuasan ini diakibatkan kemampuan pemahaman mahasiswa tersebut(The Power of Reason) terhadap realitas di masyarakatnya sendiri. perlakuan Feodalisme, Imperialisme(penjajahan) yang menghasilkan perbudakan dan mengeksploitasi masyarakat sendiri, telah memberikan ketidakpuasan bagi mahasiswa yang sadar dan ber-intellectual tersebut. Hal ini sendiri menunjukkan, bahwa adanya sikap empati(keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasikan dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok yang lain) mahasiswa yang mendalam terhadap masyarakatnya sendiri. Sehingga mereka, kaum Mahasiswa, tidak segan-segan melakukan perlawanan yang menghasilkan pergolakan-pergolakan.
3. Reaktif
Bahwa pergolakan mahasiswa itu sendiri cenderung reaktif. Dikatakan reaktif sebagai perilaku yang sifat cenderung tanggap atau bereaksi terhadap sesuatu yang timbul atau muncul. Hal ini dapat dilihat dari penjajahan Belanda yang telah membuat pelajar STOVIA melahirkan organisasi modern “Budi Utomo”. Jika pada tahun 1945, terjadi kekosongan kekuasaan, maka para pemuda cepat tanggap untuk membuat momentum berupa memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Peristiwa kudeta yang diklaim oleh PKI tahun 1965 menimbulkan reaksi mahasiswa melalui KAMI untuk membubarkan PKI tersebut. Begitu juga dengan Bantuan luar negeri Jepang yang ditanggapi oleh demonstrasi oleh mahasiswa.
4. Idealisme
Mahasiswa yang tercerahkan, tersadarkan pada waktu itu, cenderung untuk mengabdi kepada masyarakatnya dan bukan untuk “cepat selesai kuliah” atau bukan untuk diri sendiri. Kita memperhatikan pergolakan di atas, cenderung karena perlakuan tidak adil kepada masyarakatnya seperti penjajahan, keadaan masyarakatnya akibat perekonomian yang memburuk, ataupun keadaan pemerintahan yang tidak memihak rakyat seperti peralihan orde lama kepada orde baru(inflasi yang sangat tinggi/ hiperinflasi).

“Mahasiswa anak kebebasan
Dalam mengungkapkan ketidakbenaran..”

Masa NKK/BKK

Masa NKK/BKK atau singkatan dari Normalisasi kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang diberlakukan tahun 1979. NKK/BKK sendiri pada awalnya dibuat untuk memulihkan kehidupan kampus yang oleh Mendikbud pada waktu itu, Dr. Daud Jusuf, dikatakannya tidak normal lagi sebagai dalam arti “kurang” memperlihatkan ciri kampus sebagai the power of reason(kemampuan nalar/berpikir). Karena itu, kampus harus dinormalkan dan sarana kegiatan mahasiswa harus melalui birokrasi kampus. Hal inilah yang mengakibatkan mahasiswa tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan rasa bertanggung jawab. NKK itu sendiri telah melahirkan SKS(Sistem Kredit Semester), sehingga nantinya sering dijumpai sarjana yang berusia 22-23 tahun yang sebelum pemberlakukan NKK/BKK, usia sarjana seperti itu jarang dijumpai atau bisa dikatakan langka. Menurut Lukman Hakim(Aktivis Mahasiswa 1977/1978, Ketua Dewan Mahasiswa UI), bahwa NKK/BKK telah melenyapkan dewan mahasiswa yang mengakibatkan gerakan mahasiswa menjadi mandul. Gerakan mahasiswa menjadi terkotak-kotak dalam satu profesi keilmuan. Sehingga system pendidikan seperti inilah yang membuat gerakan mahasiswa dibatasi oleh profesi keilmuannya sendiri

NKK/BKK sendiri akan mengakibatkan pergerakan mahasiswa tersebut akan “terkotak-kotak”. Terkotak-kotak di sini digambarkan seperti putch oleh Tan Malaka dalam bukunya aksi massa. Menurut Tan Malaka, “putch adalah segerombolan kecil yang bergerak diam-diam yang tidak berhubungan dengan rakyat banyak”. Karena gerakan itu timbul tidak dengan kesadaran sendiri oleh setiap individu melainkan karena agitasi(hasutan kepada rakyat banyak)”. Sehingga gerakan ini berupa gerakan yang membabi buta(membuat huru hara, anarkis, tanpa tahu, ke arah mana tujuan gerakan tersebut).

Sikap Apatis(acuh tak acuh, masa bodoh) akan menjadi benih dari proses pengkotak-kotakan tersebut. Putch-putch yang dilenyapkan akan menjadi acuh tak acuh terhadap kelompok lain. Hal ini disebabkan, karena putch yang dilenyapkan tidak dibantu oleh kelompok lainnya. Hal seperti ini menjadi kesinambungan yang akhirnya mengakibatkan kekuatan mahasiswa lemah yang didasari “gontok-gontokan” di antara mereka sendiri.
Sikap apatis sendiri akan menghasilkan alternative lain bagi mahasiswa seperti sifat konsumtif, menikmati pesta, dan terlena dengan keadaan yang sudah dianggapnya baik. Bahwa pengaruh dari sikap masa bodoh, mengakibatkan terpisahnya mahasiswa dari kehidupan masyarakat bangsa dan negaranya sendiri.

Universitas setelah NKK/BKK menjadi seperti sekolah pada umumnya. Menurut Roem Topatimasang dalam bukunya yang berjudul Sekolah itu Candu, bahwa sekolah berasal dari bahasa Yunani yaitu scola yang artinya “waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar”. Jika kita melihat sekolah pada umumnya, bahwa murid sekolah ada di sana dari pukul 07.00 hingga pukul 14.00. hal ini juga, jika tidak ada pelajaran tambahan di sekolah. Sama halnya dengan mahasiswa dengan SKS(system kredit semester)nya tersebut, mengakibatkan mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya di Kampus. Apakah hal ini disebut waktu luang? Bahwa luang itu sendiri artinya tidak sibuk(waktu senggang). Hal inilah yang mengakibatkan mahasiswa tersebut dipisahkan dengan keadaan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Apakah mahasiswa masih sadar jumlah tingkat kemiskinan di Indonesia, apakah yang dilakukan mahasiswa untuk menjaga alamnya yang kaya dengan dengan minyak, Rotan, Batu bara dan sebagainya? Mudah-mudahan kita sebagai Mahasiswa yang sering disebut sebagai “jantung bangsa” masih paham dengan keadaan, situasi, serta realitas masyarakat dan bangsa kita sendiri.

“Jalanan berbatu Menentang langkah kaki
Tapi tak layu demi satu tujuan, Keadilan..”

Refleksi untuk Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia(GMKI) yang memiliki Visi dan Misi serta Azas Pancasila memperlihatkan Gerakan yang tidak lepas dari ke-Indonesiaannya sendiri. GMKI turut berjuang menegakkan dan memperjuangkan dan mempertahankan Republik Indonesia. Pada tahun 1966, GMKI juga berpartisipasi(berperan serta) dalam pembentukan KAMI(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Visi GMKI sendiri untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan, dan demokrasi berdasarkan oleh kasih. Dasar kasih inilah yang memperlihatkan sifat kekristenan(pengikut Yesus yang sebagai kepala gerakan) GMKI. Bahwa, untuk menyelesaikan masalah, GMKI tidak akan memakai kekerasan maupun penekanan. GMKI senantiasa berdasar kasih yang terimplementasi(yang selalu terterapkan) melalui wadah dialog untuk memecahkan suatu masalah. Karena suatu masalah yang melibatkan orang lain tidak akan terselesaikan dengan baik secara sepihak/monolog ataupun duolog melainkan harus melibatkan pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan dialog tersebut dan dijiwai dengan kasih yaitu tidak menaruh dendam, pihak-pihak yang berdialog juga harus menerapkan keterbukaan/kejujuran. Hal inilah yang ingin diciptakan oleh visi GMKI itu sendiri tanpa harus mengasingkan pihak yang salah. Bukankah Gerakan ini berdasarkan kasih(belas kasihan)? Bukankah kebenaran milik Tuhan? Inilah yang harus ditanamkan di jiwa kita.

Untuk mewujudkan Visi GMKI, maka diperlukanlah misi-misi. Tugas inilah yang menjadi kewajiban sebagai mahasiswa yang berada dalam GMKI. Misi GMKI sendiri secara garis besarnya adalah memperkenalkan Yesus, membina kesadaran, serta mempersiapkan pemimpin. Bahwa untuk melaksanakan Misi GMKI tersebut, diperlukan suatu proses Pengaderan yang jelas, tersistematis, berkesinambungan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga mahasiswa yang sudah mengalami proses pengaderan dapat terjun ke 3 medan pelayanan GMKI yaitu : gereja, perguruan tinggi dan masyarakat. Untuk bergerak ke arah medan pelayanan tersebut, maka proses pengaderannya harus disesuaikan dengan realitas, kondisi, situasi yang ada di perguruan tinggi, Gereja dan Masyarakat. Sesuai dengan kata pepatah “Lain Rumput lainlah Belalangnya” lain wilayah maka lainlah cara memasuki lingkaran social budayanya tersebut.

Setiap mahasiswa (seharusnya) memiliki kemampuan berpikir, kesadaran akan keberadaannya terhadap lingkungan dan masyarakat, reaktif, dan idealisme. Empati terhadap lingkungan dan masyarakat merupakan benih dari kasih yang memperlihatkan spirituil GMKI itu sendiri. Bahwa dengan adanya kasih maka akan melahirkan kesadarannya akan makna keberadaannya di tengah medan pelayanannya. Kesadaran seperti itu tidak dengan sendirinya berada di kepala mahasiswa. Berpikir bukanlah sesuatu yang otomatis, namun harus manual(diusahakan) sendiri sehingga dengan berpikir maka mahasiswa tersebut dapat menyadari sesuatu. Ada pepatah yang mengatakan “ala bisa karena biasa” memang tidak boleh dianggap remeh. Untuk mempertajam empati mahasiswa, yang membuat Mahasiswa sadar akan makna keberadaannya di tengah masyarakat, maka setiap mahasiswa harus “membiasakan” mempertajam pemahamannya akan masyarakat dengan keintelektualan(cara berpikir yang sistematis, logis, bernalar) yang baik. Keintelektualan ini dapat tercapai dengan proses pengaderan yang tersistematis, jelas, dan memiliki “materi” pengaderan yang sesuai dengan tuntutan Visi dan Misi GMKI.

Mahasiswa yang berada di dalam organisasi GMKI haruslah menjauhkan dirinya dari sikap apatis(acuh tak acuh, dan bersikap masa bodoh). Sehingga mahasiswa tersebut haruslah memiliki kesadaran akan satu tujuan untuk terciptanya Visi GMKI. Maka Pola Pengaderan GMKI harus dapat mengubah perilaku mahasiswa-mahasiswa apatis tersebut menjadi mahasiswa yang memiliki pemahaman akan keberadaan dirinya dan sadar akan makna dirinya sendiri di tengah medan pelayanan. Hal ini dapat dibuktikan ketika Mahasiswa tersebut memasuki medan pelayanan GMKI itu sendiri. Mahasiswa Kristen yang memiliki sifat kasih tersebut, harus menjauhkan sikap eklusif sehingga menghindarkan pengkotak-kotakan. Bahwa Mahasiswa Kristen harus dapat melebur dan terbuka terhadap kelompok lain, masyarakat, perguruan tinggi, dan Negaranya sendiri tanpa harus kehilangan sifat kekristenan dari mahasiswa tersebut.

Sifat kekristenan dari mahasiswa GMKI haruslah ditonjolkan. Penonjolan ini bukanlah dari symbol/lambang belaka. Bahwa sifat itu tidak dilihat dari kalung salib yang dipakai, ataupun seringnya beribadah ke gereja. Namun, sifat itu sebagai pengikut Yesus yaitu sebagai kepala gerakan, ditonjolkan melalui perilaku dan cara berpikir mahasiswa Kristen. Perilaku itu dapat dilihat ketika mahasiswa itu berhadapan dengan realitas alam, lingkungan, masyarakatnya sendiri. Mahasiswa harus berkata tidak dan tidak tunduk kepada ketidakbenaran yang sedang berlaku. Sama seperti apa yang telah dilakukan kepala Gerakan kita yang tidak pernah sekalipun tunduk kepada ketidakbenaran hingga diriNya sendiri harus disalibkan. Cara berpikir mahasiswa Kristen harus mencerminkan kasih(belas kasihan), tidak memaksakan atau menekan pendapat orang lain, tidak menggunakan kekerasan ataupun ancaman. Bahwa, mahasiswa Kristen tidak menaruh curiga kepada peserta diskusi atau ketika melakukan melakukan pemecahan suatu masalah yang melibatkan orang lain. Namun, mahasiswa Kristen dengan keterbukaan(kejujuran), tersistematis dalam berpikir, serta menggunakan keintelektualannya sebagai mahasiswa.

Bahwa GMKI bergerak bukanlah layaknya seperti “putch”, yang digerakkan dengan modal “hasutan belaka” atau “pergerakan 5000an”(bergerak karena diberi duit oleh orang lain). Namun pergerakan GMKI itu haruslah diakibatkan dengan sifat Mahasiswa tersebut yang tercerahkan pemikirannya, kritis, ketidakpuasan dan tidak tenang dengan keadaan yang otoriter, intellectual, serta berkesadaran akan diri dan lingkungannya yang didasari dengan kasih. Dikatakan sebagai Mahasiswa, maka tak malu ia bertanya karena ketidaktahuannya dan keheranannya. Bukankah pada awalnya adalah ketidaktahuan?. Hanya Tuhanlah yang Maha Tahu, (maka) manusia tidak bolehlah menertawakan, menghina-hina, sewenang-wenang bagi yang belum tahu ataupun yang tidak tahu..

Sudahkah GMKI berbenah untuk mewujudkan Visi dan Misi itu sendiri?
Oleh : Ricardo Rahmat H. Siahaan

Related Article...



0 komentar:

Posting Komentar

---------------------------------------------------------------------

ADMIN ONLINE STATUS

GMKI Bdg
Henry

Peta Alamat Sekretariat GMKI Bandung

Lihat Semua Arsip

BUKOM ONLINE

Ekspresikan diri Anda buat rekan2 GMKI'ers melalui Bukom Online dibawah ini.
Pasang emoticon, klik tanda +

Tulis pesan, kritik, dan saran Anda



Back to TOP