Jumat, September 11, 2009

"MACAN BURAM di BANDARA"

Kasus 10 murid Sekolah Dasar (SD) yang awalnya dituduh telah melakukan tindak pidana perjudian di Bandara Soekarno-Hatta akhirnya pada 27 Juli 2009, Majelis Hakim yang diketuai oleh Retno Pudyaningtyas memberikan vonis berupa bebas bersyarat. Aparat penegak hukum pun kembali mendapatkan perhatian dari masyarakat berkaitan dengan proses kasus 10 murid Sekolah Dasar (SD) dari awal hingga pengadilan.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang telah berlaku di Indonesia merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak. Dalam Konvensi Hak Anak tersebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup perlindungan dari segala eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.


Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan yang dimaksud dengan anak nakal pada intinya adalah pertama, seorang anak yang melakukan tindak pidana atau kedua, anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Kasus yang menimpa 10 bocah Sekolah Dasar ini menjadi kontroversial karena sebenarnya sebelum dilimpahkan ke Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) seharusnya pihak Kepolisian sebagai Penyidik dapat melakukan suatu tindakan yang dinamakan diskresi kepolisian. Penjelasan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyatakan bahwa diskresi adalah kewenangan dari aparat kepolisian untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaiannya sendiri. Terdapat seorang ahli hukum yang menyatakan bahwa diskresi merupakan suatu kebijakan penanganan perkara dari aparat penegak hukum sehingga perkara yang ditanganinya tersebut tidak masuk kedalam ranah persidangan dengan syarat :

- dilakukan demi kepentingan umum

- masih di dalam Kewenangannya (aparat kepolisian)

- tidak melanggar asas-asas pemerintahan yang baik



Tibalah saatnya kami akan menyatakan beberapa kesimpulan terhadap kasus 10 anak Sekolah Dasar (SD) yang dituduh telah melakukan Tindak Pidana Perjudian di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta beberapa bulan yang lalu, yaitu :

pertama, terhadap tindakan polisi yang diberitakan di media massa bahwa telah menegur, mencatat dan meminta keterangan terhadap kesepuluh anak tersebut yang sebenarnya sudah sering ketahuan main "macan buram" sudah benar akan tetapi apabila menangkap dan menyerahkan ke proses persidangan merupakan tindakan yang sangat berlebihan. Alasannya Pasal 4 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyatakan bahwa apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak yang dimaksud dalam ayat 1 masih dapat dibina oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orangtua, wali, atau orangtua asuhnya. Ketentuan pasal dalam UU No. 3 Tahun 1997 tersebut dibenarkan pula di dalam ketentuan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang menyatakan bahwa aparat penegak hukum dapat melakukan kebijakan yang disebut dengan diskresi kepolisian. Beberapa kepustakaan memberikan bentuk konkrit dari diskresi kepolisian ini seperti misalnya dalam kasus "Macan Buram" ini adalah menegur anak yang diduga melakukan tindak pidana agar tidak mengulangi tindakannya, mengembalikan kepada orangtuanya / walinya atau menyerahkan ke Departemen Sosial apabila anak yang melakukan tindak pidana tersebut kembali mengulangi perbuatannya. Jadi, seharusnya aparat kepolisian (Polisi khusus Bandara Soekarno-Hatta) melakukan suatu diskresi dan bukan malah melimpahkannya ke proses persidangan (Pengadilan Negeri)

kedua, Putusan Bebas Bersyarat yang diberikan oleh Majelis Hakim tidak mencerminkan sikap bijaksana dan arif dari suatu Hakim yang menangani perkara. Alasannya adalah meskipun kesepuluh anak SD tersebut tidak dijatuhi pidana (dipenjara) dan dikembalikan ke orangtua masing-masing, namun akan sangat sulit sekali untuk mengembalikan status sosial kesepuluh anak tersebut seperti semula di lingkungan masyarakat (pergaulan hidup) mereka. Walaupun kesepuluh anak tersebut bukan terpidana, namun masyarakat (sebagian) masih menganggap mereka pernah menyandang status tersangka (pernah berurusan dengan hukum).

ketiga, tindakan upaya hukum yakni Banding, yang dilakukan para Pengacara kesepuluh bocah tersebut sudahlah tepat dan memang harus dilakukan. Alasannya, yang ingin diperjuangkan oleh para Pengacara dalam upaya hukum banding ini adalah status sosial dari kesepuluh anak tersebut. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa kesepuluh anak Sekolah Dasar ini masih berumur rata-rata 8 hingga 11 tahun. Oleh karena itu akan sangat sulit sekali apabila mereka ingin melanjutkan ke jenjang studi yang lebih tinggi (SMP, SMA) dikarenakan harus memenuhi salah satu syarat yakni memiliki Surat Berkelakuan Baik sedangkan mereka telah berurusan dengan aparat hukum sebelumnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yakni meminta Pengadilan Tinggi Tangerang membatalkan putusan (vonnis) Pengadilan Negeri Tangerang sehingga nama baik dari kesepuluh anak Sekolah Dasar tersebut dapat kembali seperti semula.


Related Article...



0 komentar:

Posting Komentar

---------------------------------------------------------------------

ADMIN ONLINE STATUS

GMKI Bdg
Henry

Peta Alamat Sekretariat GMKI Bandung

Lihat Semua Arsip

BUKOM ONLINE

Ekspresikan diri Anda buat rekan2 GMKI'ers melalui Bukom Online dibawah ini.
Pasang emoticon, klik tanda +

Tulis pesan, kritik, dan saran Anda



Back to TOP